May 31, 2013

*Makan malam dan masa depan



Ada pasangan keluarga kaya raya, pemilik bisnis properti dan perdagangan besar di sebuah kota. Pasangan ini sudah separuh baya, dan hingga usia lewat 40 tahun, mereka tidak kunjung memiliki anak. Tidak memiliki keturunan yang diharapkan akan melanjutkan nama dan bisnis mereka. Situasi ini bukan hanya jadi beban pikiran keluarga tersebut, juga seluruh kota amat bersimpati atas situasi ini, karena jelas sekali, pasangan tersebut sudah kaya harta benda, pun kaya hatinya. Ringan membantu orang banyak.

Banyak usulan diberikan, saran2, dan setelah dipikirkan matang2, akhirnya pasangan tersebut memutuskan untuk mengadopsi anak. Mereka tidak akan mengambil anak2 usia balita, apalagi bayi, karena mereka tidak berniat memutus hubungan anak tersebut dengan orang tua kandung, mereka akan mengadopsi satu orang anak dengan usia 10-12 tahun, dibesarkan di keluarga mereka, dididik sebaik mungkin, agar memiliki kemampuan bisnis, perangai yang terpuji dan tentu bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Pasangan ini membentuk komite untuk menyeleksi ribuan anak2 di seluruh kota. Itu kabar besar, maka banyak orang tua yang berharap anak mereka diterima. Itu sungguh kesempatan besar. Maka mendaftarlah anak2 yang pintar, tampan, anak2 yang sehat, anak2 yang gesit, periang, jago olahraga, punya bakat seni, semua kriteria hebat yang mungkin seharusnya dimiliki oleh seorang anak penerus sebuah keluarga kaya raya yang baik hatinya.

Hingga akhirnya, setelah berbulan2 seleksi, terpilih 10 anak saja, 10 nama yang diserahkan oleh komite seleksi kepada pasangan itu. Nah, dari 10 nama itu, terselip salahsatu anak dengan catatan yang ganjil sekali. Dia bukan anak paling pintar, test menunjukkan biasa-biasa saja. Dia bukan anak paling gagah, malah sebenarya paling kurus dan seperti anak kebanyakan. Tidak memiliki prestasi olahraga atau seni. Hanya satu secara fisik yang terlihat menonjol, anak itu terlihat riang. Tapi, namanya anak2 pastilah begitu semua, bukan?

Beberapa anggota komite seleksi sebenarnya sejak awal sudah mau mencoret anak tersebut. Tapi karena istri dari pasangan tersebut yang juga anggota komite terlanjur menyukainya, maka namanya terus masuk hingga 10 besar. Istri pasangan itu tidak tahu kenapa dia harus menyukai anak kurus itu, meski dengan hasil test yang tidak mengesankan, dia hanya merasa, anak itu berbeda dari anak2 lainnya. Suatu saat akan terlihat buktinya.

Diundanglah 10 anak itu ke rumah pasangan kaya tersebut untuk melewati ujian terakhir. Simpel saja, pasangan itu mengajak 10 anak-anak tersebut makan malam di sebuah meja besar, bersama anggota komite seleksi. Maka singkat cerita, makan malam spesial itu digelar. Berjalan begitu menyenangkan, begitu ramah--karena jelas, pasangan itu adalah tuan rumah yang tulus, mereka menganggap anak2 usia 10-12 tahun itu sudah seperti bagian keluarga sendiri. Semua anak makan dengan santai, bercakap2, bercerita. Pun pasangan itu, mereka asyik bercerita tentang kisah masa muda mereka, jatuh bangun mendirikan bisnis, sejarah perusahaan, bisnis apa yang mereka lakukan, dan sebagainya. Itu kisah yang hebat.

Nah, dari makan malam itu, yakin sudah pasangan itu akan pilihan mereka. Komite seleksi pun akhirnya paham, kenapa pilihannya harus demikian.

Siapa yang dipilih? Anak kurus yang tidak jenius, tidak jago lari, tidak pandai berenang, dsbgnya. Apa yang dilakukan anak ini hingga berhak memperoleh pilihan istimewa tersebut? Sederhana sekali. Lihatlah, hampir satu jam makan malam tersebut, dialah satu2nya anak yang tidak pernah menyuruh orang lain mengambilkan makanan buatnya. Dia memilih meraih sendiri teko air, mengambil sup, mengambil daging, semua dilakukan sendiri. Pun saat harus bangkit berdiri, mengambil gelas sirup yang posisinya jauh darinya, dia bangkit mengambilnya. Dan dialah juga satu2nya anak yang tidak banyak bertanya saat pasangan kaya itu bercerita tentang sejarah perusahaan. Saat makan malam selesai, suami pasangan itu menepuk pundaknya, "Kenapa kamu tidak bertanya seperti anak2 lain?" Dia hanya menjawab pendek, "Tuan sudah bilang diawal makan malam kalau semua cerita itu ada di buku ruang perpustakaan. Aku sudah berjanji, akan membacanya sendiri, mencari tahu sendiri. Apakah aku boleh membaca buku2nya?"

My dear anggota page, 20 tahun berlalu sejak makan malam itu, maka jagoan kecil yang kurus ini tumbuh sesuai harapan orang tua angkatnya. Dia jelas bukan yang paling pintar, tapi dia yang paling tekun. Dia memilih mengerjakan hal2 kecil sendiri, apalagi hal2 besar. Dia tidak pernah menyuruh2 orang lain bahkan hanya untuk mengambilkan pulpen yang jatuh, minta ambilkan gelas minuman. Pasangan kaya itu jelas menemukan sifat yang sama saat mereka masih muda. Tekun. Si kurus itu juga adalah pembelajar yang tangguh, mencari tahu sebelum bertanya, mencari penjelasan sebelum melempar pertanyaan. Meski sebenarnya memang enak saja tinggal bertanya. Selesai. Tahu lebih cepat malah. Tapi dia memilih mencari tahu sendiri, agar mengerti lebih banyak.

Dengan didikan yang baik, jagoan kecil ini tumbuh menjadi orang dengan perangai baik, menghormati orang sebayanya, pun menghargai orang2 lebih muda dibanding dirinya. Tidak mengeluh, tidak mudah berputus asa. Tetap rendah hati dan tahu diri. Sebenarnya 9 temannya juga diberikan beasiswa, pendidikan oleh pasangan tersebut--meski tidak dididik di rumah langsung, tapi tidak ada yang tumbuh dengan prinsip2 kehidupan secemerlang si kurus.

Kejadian makan malam itu selalu spesial. Anak2 yang sedari kecil sudah paham banyak hal, maka apa yang dilakukannya juga cermin dari pemahamannya. Maka, mulailah berguna untuk diri sendiri. Jangan mudah menyuruh2, jangan mudah berteriak minta tolong, apalagi jika itu sebenarnya karena konyolnya kita--seperti mencari barang milik kita yang terselip di mana gara2 kita memang berantakan. Jangan mudah bertanya, dikit2 bertanya, padahal di sekitar kita bertumpuk buku yang bisa dibaca, bertumpuk akses pengetahuan yang bisa diambil. Memang enak sih, dikit2 nyuruh, dikit2 nanya, semua tinggal tunggu beres, tapi ketahuilah, besok lusa kita sendiri yang akan rugi dengan tabiat tersebut. Dan dimana proses belajarnya kalau semua orang ingin serba instan?

My dear anggota page, jadilah anak2 yang mandiri. Jadilah remaja2 yang tahu persis harus melakukan apa. Maka kalian akan tumbuh lebih tangguh dibandingkan siapapun. Apakah kisah ini nyata? Silahkan tanya ke orang2 dewasa di sekitar kalian, ke orang tua kalian, boleh jadi mereka punya cerita yang sama persis soal ketekunan, soal pembelajar yang baik, dan harga mahal yg harus dibayar bagi orang2 yang menggampangkan prosesnya. Dengan belajar dari pengalaman orang lain, kita tidak perlu mengalami sendiri bagian yang tidak menyenangkannya.


-Tere Lije

No comments: