Takkan pernah Allah memberi
cobaan, di luar kesanggupan hambaNya. Begitu kata Allah di ayat terakhir surat
kedua. Sejatinya, ujian diberikan sudah sepaket dengan kekuatan. Yang tentunya harus
dijemput dengan kesabaran dan keikhlasan dalam ikhtiar.
Seperti yang kualami pagi itu di
kamar bersalin. Aku baru saja datang menggantikan shift malam rekan-rekan jaga.
Di satu bilik terlihat ada ibu yang kemarin diketahui janinnya mati dalam
kandungan (IUFD-intra uterine fetal death).
Ketika didekati ternyata si ibu mengeluh dadanya ampeg dan meminta tetesan
infusnya diperlambat. Karena prediksinya, tetes infus itulah yang terlalu cepat
itulah dirinya sesak. Ketika kulaporkan, residen obsgyn mencoba menenangkan dan
kemudian kami memasangkan oksigen agar
sesaknya bisa berkurang.
Belum berapa lama ditinggal, sang
ibu mengerang hebat. Setelah dicek ternyata pembukaannya sudah lengkap. Aku agak
terkejut. Karena kemarin siang, ketika aku meninggalkan kamar bersalin, ibu itu
sudah akan dilakukan tindakan untuk evakuasi janinnya. Kisahnya sangat
mengharukan, karenanya kemarin siang setelah jam jaga usai, aku buru-buru
meninggalkan kamar bersalin. Tak ingin melihat evakuasi janinnya. Tak ingin
melihat kesedihan di wajah ibunya. Qodarullah, kemarin siang tak jadi
dievakuasi. Pengeluaran janin diputuskan dilakukan secara pervaginam dengan induksi.
Sehingga jadilah pagi itu aku menemui ibu yang ternyata masih ada janin di perutnya dan pembukaannya lengkap. Artinya,
akulah yang harus ikut membantu persalinannya.
Ini adalah pertama kalinya aku
menjadi asisten utama residen. Prosesnya bisa dibilang cukup cepat. Walaupun aku
masih dengan tangan gemetar memegang gunting dan sering tidak tanggap ketika
harusnya membersihkan perdarahan yang keluar. Alhamdulillah janinnya berhasil
keluar. Plasenta keluar lengkap. Perdarahan ibu terkontrol baik dan tensi pasca
persalinan juga baik.
Setelah persalinan itu, aku
kemudian memperhatikan sang ibu dan suaminya. Yang masya Allah, luar biasa
sabarnya. Aku tak melihat tangis bombai ibu atau derai putus asa sang suami. Kupikir,
suaminya akan bermuka masam atau menyalahkan keadaan. Tapi ternyata, suaminya
bersikap sangat lembut saat menghadapi istrinya. Pun ketika bertanya denganku
yang sebenarnya bukan siapa-siapa ini, ia masih bertanya dengan senyum, dok kapan ya jenazah bayinya bisa kami bawa
pulang?. Kujelaskan dengan pelan prosedurnya. Dan kemudian dibalas anggukan
dan senyum oleh mereka.
Maha Benar Allah dengan segala
firmanNya. Aku yang sesungguhnya kemarin ingin menghindar dari persalinan IUFD
ini, ternyata malah diberikan kesempatan menolong langsung. Walau selama
persalinan, aku ingin menangis karena membayangkan betapa sakitnya si ibu akan
bertambah mengingat janinnya sudah IUFD. Tapi ternyata Allah beri ketegaran menghadapi
dan bertahan disana. Allah beri bonus, seorang residen baik hati yang memaklumi
pemulanya aku, tidak memarahi bahkan beliau hanya bilang: gapapa, namanya juga belajar. Dan dari semua kejadian pagi itu, ketegaran
suami istri yang diuji IUFD itulah yang membuatku ingat dengan ayat terakhir di
surah kedua Qur’an; bahwa Allah tidak akan menguji di luar kesanggupan
hambaNya. Allah yang Maha Mengetahui. Pasti ada hikmah dibalik ujian IUFD itu. Pasti
ada yang Allah ingin ajarkan, untuk mereka yang ditinggal janinnya. Atau untuk
kami yang sedang mengemban amanah menuntut ilmu di rumah sakit ini.
Solo, 20 Juli 2017
No comments:
Post a Comment