Feb 8, 2017

Kembali Pada Titik Semula Tanpa Rasa

Ada yang diam-diam mengagumimu,
Menjagamu lewat doanya,
Menaruh rasa padamu,
Berharap bersama nantinya.

Namun ia merenungi,
Sepertinya ada yang salah di hati,
Dia bertanya dalam diri,
“Dimana ilmu menjaga hati yang dulu di pelajari?”
“Dimana ilmu menjaga hati yang dulu di pelajari?”
“Dimana ilmu itu?”
“Kenapa mudah menaruh hati, padahal sudah tau itu adalah rasa tak pasti?”.

Kembali ia merenung,
Berusaha menolak rindu,
Mengubah rasa yang sempat ada,
Menjadi tawar sebab bukanlah haknya.

Sebenarnya,
Ia kadang merasa malu,
Sebab sempat pula berkeinginan jauh,
Berandai-andai,
Andai dia menjadi milikku,
Andai aku bersamanya saat ini,
Andai kelak aku bersama dengannya,
Andai. Andai..
Dan berakhir lalai..

Dengan rasa malunya,
Ia tunduk dalam doa.
Bukan meminta didekatkan pada yang di cinta.
Ia meminta agar hati yang sempat lalai,
Kembali terjaga.

Tertatih ia merindukan,
Tertatih pula mengiba pada-Nya untuk dikuatkan.
Ia berjuang,
Detik berubah menjadi menit,
Menit menjadi jam,
Jam menjadi hari,
Hari menjadi minggu.
Bulan. Dan tahun.

Hingga pada akhirnya,
Perasaan yang terjadi,
Sebab tak tunduknya pandangan mata,
Itu benar-benar kembali,
Pada titik semula.
Tanpa rasa.


***
Di atas itu bukan tulisan saya, awalnya dapat dari OA Line, tapi ndak ditulis penulisnya juga. Begitu browsing, ada beberapa versi.. Jadi galau mau nulis versi yang mana.

Ala kulli hal, tulisannya cukup menggelitik. Dan yang menjadi perenungan adalah di kalimat keempat terakhir:
"Sebab tak tunduknya pandangan mata"

Zaman serba online begini, menundukkan pandangan mata ternyata bisa berarti banyak. Menundukkan mata tak hanya bisa ditafsirkan karena tak bisa menjaga mata di dunia nyata, tapi juga di dunia maya.

Ada yang jatuh hati, karena melihat chatnya yang adem. Ada yang kagum karena tulisannya yang sarat manfaat dan menyenangkan mata yang membaca. Ada juga yang menaruh rasa karena melihat fisiknya, wajahnya, yang bebas terumbar di media sosialnya, atau bahkan sekedar di gambar profil medsosnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Ali radliyallahu ‘anhu,
يَا عَلِيّ ُ! لاَتُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ, فَإِنَّمَا لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الأَخِيْرَةُ
“Wahai Ali janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama dan tidak boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang kedua)” [HR Abu Daud]

Maka, berhenti untuk tidak melanjutkan stalking, berhenti untuk tidak melihat lebih jauh; mungkin jadi PR bersama di hari-hari ini. Sebab menjaga pandangan di dunia nyata, semua mungkin bisa. Refleks menunduk, refleks menghindar. Refleks saling mengingatkan. Tapi menjaga pandangan di depan gadget kita, dimana ini merupakan amal pribadi, dimana hanya Allah dan malaikatNya yang mengetahui, akan membutuhkan energi lebih besar, ya, energi untuk melawan hawa nafsu.

Allahummaghfirlanaa, semoga Allah mengampuni kita dan senantiasa memberi hidayah pada kita.

No comments: