Jun 9, 2013

education in this country

Kegagalan terbesar dari sistem pendidikan kita bukan terletak pada masalah lemahnya pendidikan mencerdaskan rakyat, tetapi terletak pada masalah ketidakmampuan pendidikan menyadarkan rakyat terhadap permasalahan hidup yang nyata. Siapa yang tak miris melihat situasi bangsa terkini. Tawuran massal mudah sekali terjadi. Dari mulai gesekan antarpelajar, hingga tawuran antar kampung. Tak ada lagi logika, semua masalah tampaknya hanya bisa diselesaikan dengan otot saja. Hampir tak ada bedanya perilaku orang yang berpendidikan maupun yang tak sempat terdidik karena tak punya akses mendapatkan pendidikan berkualitas. Ini jelas menjadi sebuah ironi.

Pendidikan sudah dianggap berhasil jika sudah ada gedung sekolah, kurikulum, guru, siswa, kegiatan pembelajaran, dan fasilitas pendukung lainnya. Kita lupa tidak pernah mencermati secara serius, perubahan apa yang sudah terjadi pada anak-anak kita melalui kegiatan pendidikan? Jangan-jangan, pendidikan malah membuat anak-anak kita jadi tak punya jati diri, kehilangan arah, cerdas namun tak berakhlak, dan tak paham untuk apa mereka menuntut ilmu. Koruptor terdidik semakin banyak, orang cerdas Indonesia berani jual aset negara, budaya menyontek di sekolah dibiarkan, harga diri dan kehormatan guru masih dilecehkan, mahasiswa makin doyan tawuran daripada melakukan debat ilmiah di kampus mereka, korupsi dana bantuan operasional sekolah masih meramaikan berita-berita di media massa, menyertai hadirnya pendidikan karakter di bumi pertiwi. Jika ujung-ujungnya hanya sekadar tahu teori tentang karakter, situasi carut marut masih tetap akan berlangsung. Sekali lagi, dunia pendidikan takkan mampu memberi kontribusi pada bangsa ini untuk keluar dari keterpurukan.

Semua orang hanya menjejali isi kepalanya dengan pengetahuan-pengetahuan baru. Tak peduli pengetahuan itu berguna atau tidak bagi dirinya. Celakanya apabila pengetahuan itu digunakan untuk menyengsarakan orang lain. Kondisi lebih naas lagi jika pendidikan kita hanya mampu  menghasilkan akademisi yang gemar melakukan plagiarisme, pengusaha serakah, penguasa khianat, pelajar/mahasiswa hobi tawuran, serta peradaban yang celaka dan mencelakakan. Akhirnya, peradaban bangsa akan luluh lantak jika pilar pendidikan Indonesia masih dibangun atas dasar prinsip Tut Wuri Nggerogoti (di belakang mengegerogoti), Ing Madya Ngangkut Banda (di tengah mengangkut harta), Ing Ngarsa Terus Ngapusi (di depan selalu menipu). Masa depan nyatanya bukan terletak pada ilmu yang diperoleh, bukan pada kecerdasan yang dikembangkan, dan bukan pada keahlian yang dikuasai. Sesungguhnya masa depan terletak pada perilaku. Bahkan Plato pun berujar, “Bersikaplah yang baik karena semua orang yang kita jumpai sedang menghadapi masalah besar.” Setuju atau tidak, pendidikan memainkan peran penting dalam membangun peradaban suatu bangsa agar tetap eksis di masa depan. Utamanya, menghasilkan manusia yang berakhlak mulia sebagai inovator dan aktor intelektual yang melestarikan nilai-nilai baik di muka bumi ini. Bagaimana menurut Anda?

Penulis
Asep Sapa’at, trainer pendidikan, Lembaga Pengembangan Insani, Dompet Dhuafa.


majalah 1000guru edisi 13

No comments: