Aku membayangkan.
Bagaimana bila ini menjadi
perjalanan terakhirku?
Bagaimana bila salaman tadi
adalah salam terakhirku?
Bagaimana bila izroil sudah
sangat dekat, sudah siapkah aku?
Detik ini bila pertanyaan
terakhir itu dilontarkan padaku, aku akan menangis dan berontak.
TAK SIAP.
Tapi, bila waktunya telah tiba,
bergunakah kata tak siap itu?
Tak ada toleransi. Hidup ini
keras.
Sama seperti ujian yang sudah
terjadwal, bila waktunya tiba, maka menghadapi adalah satu-satunya jalan untuk
bisa lulus.
Sungguh, di antara banyaknya
persiapan, persiapan menghadapi kematian adalah hal yang sangat sangat sedikit
sekali kulakukan.
Berbeda dengan UN SMP yang
disiapkan satu tahun sebelumnya oleh sekolah dengan mewajibkan muridnya
mengikuti bimbel sekolah.
Tak jauh beda dengan UN SMA yang
mengadakan bimbel bahkan sampai larut malam.
Apalagi persiapan masuk kuliah
dulu, kepengen-kepengennya dapet beasiswa. Segala hal diterjang dan dihadapi
bahkan belajar bareng sampai setengah 1 malam sudah hal biasa.
Apa jangan-jangan, persiapan
menghadapi fase-fase pendidikan ini lebih serius dibanding persiapan menghadapi
kematian?
Illahi Robbi.. tuntun kami.
Tunjukkan kami. beri hidayah pada
kami. agar kami bisa menjadi orang paling cerdas seperti yang disabdakan Rasul:
yaitu orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik mempersiapkan
kematiannya.
Taksaka malam, kursi 7(7C) 12 September 2016 9:03 PM
No comments:
Post a Comment