Melihat cerita bahagia mbak ratna mengenai perjuangannya
mendapatkan beasiswa monbusho, aku seperti melihat potret diriku, 2 tahun yang
lalu. Ketika aku sangat bersemangat untuk meraih beasiswa di Jepang. Bedanya,
mbak ratna lulus dan aku tidak.
Kemudian membaca cv beliau, ada sedikit iri terbit disana.
Rasanya ingin menangis dan menyesal. Sebabnya? Dulu sudah sangat dekat sekali
jalanku untuk punya publikasi, tapi aku tak kuat, dan memilih untuk berjuang di
jalan lain.
Semua orang bisa
bahagia, asal standar bahagianya jangan pakai standar bahagia orang lain –
many people (termasuk kak syayma, kakak kece badai 1 kos).
Melihat kembali mbak ratna, dengan tumpukan publikasi dan
presentasi, aku tahu ia telah bekerja sangat keras untuk itu. Karena pernah 1
meja kerja dengan beliau (walau hanya beberapa menit), pernah mengerjakan
sedikit hal-hal yang beliau juga kerjakan. Pernah nonton kebahagiaan mbak ratna
dan teman-teman 1 timnya yang sumringah atas keberhasilan kerja mereka. Yang
pasti, aku belum kuat kalau harus berkutat dengan penelitian, sekuat mbak
ratna. Dan karena itu, sungguh aku sama sekali ngga pantas untuk iri.
Akhirnya, semua kembali pada pilihan. Mau jadi seperti apa
kita, mau mendapat apa, semua ditentukan oleh kita sendiri. So? Set your dream
as high as you can, then work for it! Kalau tidak memilih mimpi, kapan kita
bisa mulai bekerja di koridor (mimpi) yang benar? Kalau tak pernah punya mimpi,
bagaimana mungkin akan ada kalimat ‘aku telah meraih impianku’ dalam hidupmu? J
btw, congratulation mbak ratna atas beasiswanya.. semoga
berkah J
No comments:
Post a Comment